Salah satu cara mengakhiri hidup dengan baik atau 'finishing well' adalah dengan memikirkan tulisan yang akan terukir di batu nisan. Itulah saran mentorku kemarin. Hamba Allah yang sudah malang melintang dalam dunia pelayanan di berbagai negara ini secara khusus memaksaku untuk berpikir 'bagaimana aku akan mengakhiri hidup ini?' Terus terang saja, kita semua yang masih hidup jarang sekali berpikir tentang kematian, apalagi dalam budaya Jawa, bicara kematian saat hidup itu 'ngalop dan masuk dalam golongan 'tidak patut'.
Aku masih ingat saat berpikir tentang kematian. Saat kompleks Sekolah Alkitab diserang oleh pasukan perusuh. Jumlah mereka begitu banyak dengan kelengkapan senjata serta kemampuan membunuh secara sadis. Kami berpikir malam itu aku dan kelaurgaku serta semua siswa akan mati oleh pedang saat kami sembunyi di hutan Kate Kate, Ambon. Syukur kepada Allah malam itu kami dilindungi oleh kuasa Allah. Kami masih diijinkan hidup meski harus mengungsi selama sebelas hari di pangkalan Angkatan Laut. Meski tidur diatas tanah beralaskan tikar, di situlah aku mulai berpikir 'dari tanah akan kembali kepada tanah'
Dekat dengan kematian sering memberi pencerahan. Biasanya orang akan berpikir betapa berharganya hidup saat maut mendekat. Namun seringkali kesibukan hidup membuat kita lupa diri. Manusia melupakan kekekalan saat tenggelam dalam kefanaan. Hari-hari kita habis untuk mengurusi kini dan di sini. Kita mengabaikan fakta bahwa hidup ini seperti uap yang muncul lalu lenyap. Bagaikan rumput dan kemuliaannya seperti bunga rumput, pagi tumbuh dan sore layu kemudian diinjak injak orang atau dibakar. Seperti orang musafir yang singgah minum. Sejenak! Sesaat! Datang dan pergi seperti misteri.
"Apa artinya mengakhiri hidup dengan baik," tanya Ron Cline kepada para pemimpin yang hadir kemarin pagi. Buatku mengakhiri hidup dengan baik itu saat isteri dan anak cucuku berdiri di samping jenazahku, mereka saling berbisik 'Papa, kami bangga menjadi anak-anakmu. Selama hidupmu engkau telah menjadi Suami yang setia untuk Mama, setia dalam Iman kepada Tuhan dan mewariskan nilai kehidupan buat kami untuk menyongsong masa depan'. Kemudian mereka pergi membeli batu nisan dan meminta tukang ukir menorehkan kalimat ini "setia sampai akhir kehidupan". Finishing well.
(Penulis adalah Pdt Paulus Wiratno)